Jakarta, 28 Agustus 2025 — Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mendorong pemerintah untuk menerapkan yurisdiksi hukum internasional, termasuk peradilan internasional. Langkah ini terkait adanya insiden dugaan penembakan pada tapal batas di Nusa Tenggara Timur (NTT) jika pelaku berasal dari negara lain.
“Kami Komisi II DPR RI akan mendukung secara penuh melalui segala kewenangan yang kami punya untuk penyelesaian hal tersebut,” kata Rifqinizamy di Jakarta, Kamis (28/8/2025).
Rifqinizamy pun menyampaikan duka mendalam terkait adanya insiden tersebut yang menjadi pelajaran penting untuk mempertahankan seluruh tapal batas, baik yang berada di daratan, lautan, dan kepulauan-kepulauan.
Di sisi lain, Rifqinizamy pun berharap seluruh aparat penegak hukum bekerja menegakkan hukum seadil-adilnya atas kasus penembakan itu. Ia juga meminta pemerintah untuk mempertegas seluruh batas wilayah secara rinci dengan melibatkan koordinat yang jelas antara negara, baik Indonesia maupun negara tetangga.
Menurut Rifqinizamy, hal itu perlu segera diformulasikan di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rifqinizamy pun mendorong mitra kerja Komisi II DPR, yakni Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) untuk meningkatkan seluruh pos tapal batas negara yang ada di semua titik perbatasan darat.
Selain itu, BNPP juga perlu mengkoordinasikan seluruh kementerian lembaga, termasuk pihak swasta, untuk membangun aktivitas ekonomi di sepanjang ribuan kilometer perbatasan darat tersebut.
“Bisa dibangun misalnya perkebunan kelapa sawit, yang melibatkan pihak swasta, dan mempekerjakan masyarakat setempat agar terjadi stimulan ekonomi dan kesejahteraan, sekaligus menjadi benteng kedaulatan negara kita,” kata Rifqinizamy.
Adapun Kementerian Luar Negeri menjelaskan kronologi kejadian bermula pada Senin, 25 Agustus 2025 sekitar pukul 09.00 pagi WITA, ketika 24 warga Dusun Nino, Desa Inbate, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) melaksanakan kegiatan gotong royong membuka lahan untuk persiapan menanam jagung di sekitar patok Provinsi 36.
Pada saat kegiatan berlangsung, Tim Survey Perbatasan dari Timor Leste melakukan kunjungan ke wilayah perbatasan Desa Inbate, Kabupaten TTU, NTT. Tim Timor-Leste terdiri dari 2 pejabat dinas pertanahan dan 5 pengawal bersenjata lengkap dari polisi perbatasan (UPF).
“Pada prinsipnya kegiatan survei tersebut berada dalam payung kegiatan survei gabungan antara Timor-Leste dan Indonesia (Joint Field Survey). Namun, pada tanggal tersebut tim survei Timor-Leste bergerak lebih awal tanpa tim survei Indonesia,” kata Direktur Pelindungan WNI (PWNI) Kemlu RI Judha Nugraha.
Berdasarkan informasi dari para pihak terkait dan kunjungan langsung ke lapangan oleh tim KBRI Dili, ditemukan fakta bahwa insiden ini terjadi karena adanya miskomunikasi dan kesalahpahaman antara Tim Pembangunan patok Timor Leste dengan masyarakat Indonesia di wilayah Inbate, TTU.
(antara)
Komentar