Lintas Batas
Beranda » Berita » BNPP RI Terus Upayakan Jalan Damai Konflik Warga Inbate dengan Aparat Timor Leste

BNPP RI Terus Upayakan Jalan Damai Konflik Warga Inbate dengan Aparat Timor Leste

Sekretaris BNPP RI, Komjen Pol. Makhruzi Rahman, menjelaskan bahwa sebenarnya warga Indonesia dan warga Timor Leste menggarap tanah di wilayah perbatasan negara dengan damai. Hal ini karena masyarakat adat baik yang tinggal di Indonesia dan Timor Leste, rata-rata adalah kerabat saudara yang masih satu suku. (Foto: Humas BNPP) RI

JAKARTA — Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Republik Indonesia (RI), menyelengarakan rapat koordinasi bersama kementerian/lembaga negara dan pemangku kebijakan daerah pada Kamis (28/8/2025). Hal ini untuk mengupayakan penanganan damai dari konflik berdarah yang terjadi di perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Pada tanggal 25 Agustus 2025, terjadi ketegangan antara warga Dusun Nino Desa Inbate, Kecamatan Bikomi Ninulat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan patroli perbatasan Timor Leste, Unidade De Patrulhamento Da Fronteira (UPF).

Sekretaris BNPP, Komjen Pol. Makhruzi Rahman menjelaskan bahwa sebenarnya warga Indonesia dan warga Timor Leste menggarap tanah di wilayah perbatasan negara dengan damai. Hal ini karena masyarakat adat baik yang tinggal di Indonesia dan Timor Leste, rata-rata adalah kerabat saudara yang masih satu suku.

“Di lapangan perbatasan negara, ada warga Indonesia yang mengelola wilayah Timor Leste. Begitupun sebaliknya di wilayah Indonesia ada warga Timor Leste yang diizinkan menggarap tanah,” ujar Makhruzi.

Makhruzi menjelaskan, ada 17 kepala keluarga warga Indonesia yang tanahnya masuk ke dalam wilayah Timor Leste, sebanyak 12,60 hektare. Sedangkan tanah milik warga Timor Leste yang masuk ke wilayah Indonesia sebanyak 8,80 hektare.

Dinamika sosia yang terjadi, lanjutnya, manakala pihak Timor Leste memasang tanda batas negara atau demarkasi yang dianggap masyarakat adat sebagai bagian dari tanah leluhur mereka.

“Kami berencana akan mendorong penyelesaian dengan pendekatan persuasif, agar warga Indonesia yang tanahnya masuk ke Timor Leste bisa mengiklaskan dengan menerima kompensasi,” terangnya. “Atau, menyelesaikan dengan langkah dan kesepakatan adat terlebih dahulu. Kami berencana akan turun lapangan langsung untuk mengakomodir kemauan warga dan korban,” jelas Makhruzi.

Makhruzi juga menambahkan, BNPP saat ini sedang mengupayakan langka-langkah lainnya termasuk dalam menyelesaikan sengketa batas wilayah dan dinamika sosial lainnya. Termasuk mendorong dasar hukum berupa Keputusan Presiden (Keppres) untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah.

“Saya tidak mau konflik warga dan aparat Timor Leste ini beralih menjadi konflik antarnegara,” pungkas Makhruzi.

Sebelumnya, warga Dusun Nino, Desa Inbate terlibat bentrok dengan aparat kepolisian Timor Leste, UPF. Bentrok ini bermula Ketika tim teknis pemasangan pilar batas negara dari Timor Leste mencoba merampungkan pemasangan pilar ke-36 sampai pilar ke-37.

Pemasangan pilar ini berdasarkan hasil kesepakatan perjanjian sementara tentang batas darat, Provisional Agreement (PA) pada 8 April 2005.

Perjanjian PA tahun 2005 yang ditandatangani kedua negara, menghasilkan kesepakatan pihak Timor Leste akan membagun 100 pilar sebagai demarkasi batas wilayah. Sedangkan Indonesia, sesuai kesepakatan tersebut hanya membangun 20 pilar.

Namun, langkah tim teknis Timor Leste memasang pilar tersebut diadang oleh warga Desa Inbate. Masyarakat mengganggap lokasi tersebut adalah batas pilar provinsi yang ditaruh Pemerintah Indonesia dan Portugal pada 1964. Penetapan dan kesepakatan tersebut, dihadiri kedua raja di wilayah tersebut, baik Raja Ambeno (Timor Leste) dan Raja Bikomi (Indonesia).

Dalam penetapan batas provinsi tersebut, dilakukan ritual adat Timor yang ditandatangani raja kedua belah pihak. Termasuk, sumpah-sumpah untuk tidak melanggar dari batas wilayah yang disepakati.

Atas dasar tersebut, pada tahun 1988, TNI AD tidak menggeser batas wilayah tersebut, karena sudah ada kesepakatan adat pemberian kerajaan Ambeno dan Bikomi.

Hingga hari ini, masyarakat Inbate menganggap wilayah tersebut masih bagian dari tanah ulayat, yang tiap harinya bisa dipergunakan untuk berkebun dan bercocok tanam.

Masyarakat mempertahankan mati-matian area tersebut karena terikat sumpah adat. Dalam bentrokan Masyarakat Inbate dan UPF, seorang warga bernama Paulus Oki terkena tembakan dari peluru karet atau peluru tumpul.

Tim teknis pemasangan pilar Timor Leste saat ini telah ditarik mundur dari lokasi konflik. Selanjutnya Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas-Pamtas) Bersama Polres TTU, Personel Kodim 1618/TTU, Sekretaris Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) dan Camat Bikomi Ninulat telah melakukan rekonstruksi bersama warga Desa Inbate.

Dalam rapat koordinasi di Kantor BNPP tersebut, Kelompok Ahli BNPP, Nur Kholis, Robert Simbolon, Hamidin dan Ali Hamdan Bogra juga turut memberikan pendapat untuk meredakan ketegangan konflik di perbatasan negara. Selain itu, turut mendampingi Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara, BNPP, Nurdin.

(Humas BNPP RI)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *